Definisi
Disleksia berasal dari bahasa Yunani yang artinya “kesulitan membaca”. Bryan dan Bryan seperti yang dikutip oleh Mercer (1979:200) mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Menurut Lerner seperti yang dikutip oleh Mercer (1979:200) defini kesulitan belajar membaca atau disleksia sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan pada fungsi otak.
Terdapat beberapa pengertian disleksia yang dikemukakan para ahli seperti berikut :
a. Disleksia merujuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun penglihatan, pendengaran. Inteligensinya normal, dan ketrampilan usia bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat faktor neurologis dan tidak dapat diatributkan pada faktor kedua, misalnya Iingkungan atau sebab sebab sosial (Corsini,1987).
b. Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang berinteligensi normal dan bermotivasi cukup, berlatar belakang budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosional (Guszak,1985).
c. Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukan perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta berkesulitan dalam mempelajari sistem representasional misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. ( Bryan & Bryan dikutip Mercer,1987).
d. Disleksia adalah bentuk kesulitan belaiar membaca dan menulis terutama belajar mengeja secara betul dan mengungkapkan pikiran secara tertulis dan ia telah pernah memanfaatkan sekolah normal serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran-mata pelajaran lainnya ( Hornsby dalam Sodiq, 1996:4)
National Institute of Child Health mendefinisikan disleksia sebagai gangguan spesifik berbasis bahasa, yang bersifat bawaan dan ditandai dengan kesulitan mengartikan satu kata tunggal, yang biasanya mencerminkan kemampuan pemprosesan fonologis yang tidak memadai. Kesulitan mengartikan satu kata tunggal ini sering kali tak terduga jika dikaitkan dengan usia serta kemampuan kognitif dan akademis lainnya. Kesulitan ini bukanlah akibat dari kesulitan umum yang berkaitan dengan perkembangan atau kerusakan indera fisik. Disleksia ditunjukkan dengan kesulitan berbeda-beda dalam berbagai bentuk bahasa, yang sering kali mancakup juga suatu masalah dalam menguasai ketrampilan menulis dan mengeja.
Beberapa komponen penting dari definisi di atas adalah:
- 1. Salah satu dari beberapa kesulitan belajar yang khas
Disleksia bukanlah satu-satunya jenis kesulitan belajar. Disleksia ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan prevalensi berkisar 5-10% hingga setinggi 17,5%. Pada spektrum kesulitan membaca, disleksia berada pada kisaran bawah dalam distribusi normal kemampuan membaca. Kesulitan belajar lainnya mencerminkan gangguan-gangguan dalam memusatkan perhatian atau memproses informasi visual dan spasial (juga disebut kesulitan belajar non verbal) atau masalah dalam memahami informasi sosial dan emosi.
- 2. Suatu gangguan spesifik berbasis bahasa
Meskipun pada awalnya disebut “buta kata”, disleksia bukan suatu gangguan pada sistem visual yang menangkap kata-kata atau setiap huruf dalam posisi terbalik. Disleksia adalah gangguan bahasa. Ketidakmampuan menyebutkan nama dan huruf atau bentuk kata disebabkan oleh kode-kode verbal yang kurang mapan dan bukan karena kelemahan penglihatan-daya tangkap.
- 3. Bersifat bawaan
Dengan kata lain bahwa anak yang mengalami disleksia, memang terlahir dengan kondisi disleksia. Kata bawaan mengacu pada fakta bahwa masalah membaca bukanlah akibat dari cedera kepala atau penyakit seperti infeksi telinga parah yang berulang, yang mungkin saja mempengaruhi kemampuan mendengar dan membedakan suara, dan sumber akut lainnya. Istialah bawaan juga mengacu pada fakta bahwa disleksia berhubungan dengan garis keturunan. Sebanyak 40% anak-anak yang menyandang disleksia juga punya saudara kandung dengan masalah yang sama, dan banyak studi melaporkan bahwa kira-kira 23% – 65% anak-anak dari orangtua yang menyandang disleksia juga menyandang disleksia. Istilah bawaan berarti bahwa disleksia tidak bisa disembuhkan. Seorang anak yang menyandang disleksia dapat diajari membaca, tetapi disleksia merupakan kesulitan pemrosesan yang kronis dan berlanjut seumur hidup. Sekalipun anak-anak ini sudah belajar membaca, mereka tetap membaca lebih lambat dari anak-anak lain.
- 4. Ditandai dengan kesulitan mengartikan satu kata tunggal
Mengartikan adalah istilah untuk menunjukkan kemampuan menerjemahkan simbol-simbol tertulis ke dalam kata-kata bisa dikenali. Proses membaca dapat dipecah menjadi dua unsur, yaitu mengartikan dan memahami. Dalam kasus disleksia, kemampuan kognitif pada taraf yang lebih tinggi seperti pemahaman, kosakata, dan kemampuan mengerti sintaksis (tata kalimat) tetap utuh. Seorang penyandang disleksia, karena dia mengalami kesulitan dalam mendengar dan menyusun urutan bunyi-bunyi yang membentuk kata-kata, akan sulit menerjemahkan simbol-simbol tertulis itu ke dalam bunyi, memadukan bunyi-bunyi itu, lalu mengidentifikasi gabungan bunyi-bunyi itu dengan sebuah kata yang sudah diketahui. Dia mungkin berusaha menebak kata itu dari huruf pertamanya. Hal yang paling mudah bagi anak-anak penyandang disleksia adalah mendengarkan huruf konsonan di awal-awal kata, ketimbang di akhir atau di tengah-tengah. Walaupun anak-anak penyandang disleksia biasanya memiliki ketrampilan untuk memahami melalui pendengaran (listening comprehension) yang memadai, kesulitan mereka dalam mengartikan kata-kata menjadi hambatan untuk mencerna bahan-bahan tertulis.
- 5. Kesulitan mengartikan kata tunggal sering kali tak terduga jika dikaitkan dengan usia serta kemampuan kognitif dan akademis lainnya.
Anak yang menderita disleksia memiliki kemampuan yang sama dengan anak normal lainnya, hanya saja ia memilki kesulitan dalam membaca. Dalam beberapa kasus, anak-anak disleksia memiliki kemampuan dan kepintaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal lainnya, khususnya dalam hal yang tidak berkaitan dengan hal membaca. Ini salah satu ciri dari anak disleksia, yaitu apabila diberi soal dengan cara lisan (soal dibacakan, dan anak menjawab pertanyaan secara verbal), ia mampu menjawabnya dengan cepat dan benar, namun apabila anak tersebut diberi soal tertulis, ia mengalami kesulitan.
- 6. Mencerminkan kemampuan pemrosesan fonologis yang tidak memadai
Fonem adalah bagian terkecil yang dapat diidentifikasi dari ujaran. Pemrosesan fonologis adalah kemampuan untuk mengetahui bahwa ujaran dapat dipecah ke dalam fonem-fonem (bunyi-bunyi) dan bahwa fonem-fonem ini diwakili oleh bentuk-bentuk tertulis. Ketika kita berbicara (berbeda dengan kata-kata yang tertulis), kita tidak berbicara dengan fonem-fonem terpisah. Sebaliknya, bunyi-bunyi itu saling menyambung sehingga kita dapat berbicara dengan kecepatan yang wajar. Inilah yang membuat berbicara itu mudah, namun ini juga yang membuat sebagian anak-anak sulit memecah sebuah kata menjadi bunyi-bunyi penyusunnya dan mencocokkannya dengan tulisan. Disleksia mencerminkan adanya perubahan-perubahan spesifik pada fungsi otak yang menimbulkan masalah-masalah pemrosesan fonologis. Kondisi ini mengarah pada kegagalan terukur dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Elektrofisiologi dalam berbagai studi pencitraan otak fungsional, dan sejumlah spesimen otak pascakematian semuanya menunjukkan daerah otak temporal-parietal-oksipetal-kiri penyandang disleksia berbeda dengan pembaca normal. Pada anak-anak penyandang disleksia yang baru mulai membaca, terdapat penyimpangan mekanisme otak untuk membaca yang diperlihatkan melaui girus angular yang berbeda dengan anak normal. Penyandang disleksia tidak memiliki satu pun koneksi fungsional dalam girus angular kiri sebagaimana yang ditemukan pada para pembaca normal.
- 7. Mengalami kesulitan dalam menguasai kefasihan menulis dan mengeja
Membaca merupakan ketrampilan bahasa reseptif, seperti halnya mendengarkan yang terdapat proses penampungan informasi. Menulis dan mengeja adalah ketampilan bahasa ekspresif, seperti halnya berbicara, tetapi dalam bentuk tertulis. Proses serupa yang mempengaruhi kemampuan mengartikan, juga akan mempengaruhi kemampuan mengeluarkan urutan bunyi yang benar dalam hal tulis-menulis. Jenis-jenis kesalahan serupa sering kali dijumpai pada saat penyandang disleksia membaca dan dalam ejaan tulisan mereka.
Singkatnya, penderita disleksia mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarannya. Namun ketika harus menuliskannya pada selembar kertas, mereka mengalami kesulitan harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga mengalami kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang secara akurat.
2.2 Karakteristik
Pada umumnya ketika seseorang sedang membaca, sebenarnya ia sedang melakukan banyak langkah berikut:
- Membaca cepat (screening) huruf demi huruf yang menyusun kalimat pada tulisan tersebut dengan urutan yang benar, yaitu dari kiri ke kanan.
- Memindahkan huruf-huruf tersebut ke dalam kotak dalam waktu yang singkat.
- Mengenali pengelompokan huruf-huruf yang berbeda yang membentuk suatu kata tertentu (hal ini melibatkan identifikasi terhadap masing-masing huruf), dengan berbagai macam bentuk font atau model tulisan tangan yang ada.
- Membandingkan pengelompokan (dengan cara momor 3) dengan kata-kata yang sudah dikenali yang tersimpan dalam memori otak untuk mengenali bunyi dan arti kata-kata tersebut secara keseluruhan.
- Mengingat arti kata-kata tersebut dan menghubungkannya dengan kata-kata pada kalimat berikutnya untuk memahami seluruh isi tulisan.
- Menyelesaikan seluruh proses tersebut dalam hitungan detik, seiring dengan perpindahan pandangan mata yang beranjak dari kalimat satu ke kalimat-kalimat berikutnya.
Proses tersebut adalah proses yang dilakukan oleh orang normal dalam membaca. Namun, jika ada salah satu saja proses atau langkah di atas yang terlewati, seseorang akan mengalami kesulitan dalam membaca. Bagi para penderita diseleksia, masalah utama dalam membaca terletak pada menghubungkan antara kumpulan huruf dalam sebuah tulisan dengan kata-kata yang mereka ketahui melalui pengucapannya.
Ada sepuluh tanda-tanda umum yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi dini adanya kesulitan pemprosesan yang akan mempengaruhi kemampuan membaca, yaitu:
- Tidak dapat menyebutkan nama-nama huruf atau menyanyikan lagu abjad, terutama jika si anak memiliki kosakata yang baik.
- Mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata yang dimulai dengan bunyi yang sama dari daftar tertulis, atau tidak dapat membedakan apakah dua kata yang terdiri dari satu suku kata punya bunyi yang sama atau berbeda (misalnya “get” dan “bet” atau “sit” dan “sat”). Anak-anak yang mulai duduk di taman kanak-kanak, seharusnya dapat mengenali bunyi awal dan akhir.
- Kesulitan dalam menyebutkan kata yang berima atau mengenali rima
- Masalah dalam pengenalan fonologis, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan mengurutkan bunyi-bunyi dalam sebuah kata (seperti, jika aku memilih kata “bat” dan aku hilangkan huruf b-nya, jadi kata apa ya?)
- Tidak mengenal nama-nama warna atau bentuk
- Memiliki masalah wicara dan artikulasi, khususnya yang melibatkan penggunaan oromotor (kemampuan menggerak otot mulut dan mengatur sekresi seperti air ludah).
- Sulit mengingat urut-urutan otomatis seperti angka atau hari-hari dalam seminggu
- Masalah yang berkaitan dengan kegiatan motorik halus seperti menggambar lingkaran atau menyalin huruf, atau rangkaian motorik kasar seperti meloncat atau mengendarai sepeda roda tiga.
- Sulit mengingat kembali kata-kata khusus (misalnya, menyebutkan nama gambar benda yang sudah dikenal, kecenderungan untuk mengganti kata yang dimaksud dengan kata bermakna serupa tetapi lebih jarang digunakan, atau mengganti dengan kata-kata yang memiliki hubungan semantis, seperti “jeruk” diganti “apel”, “mobil” diganti dengan “truk”).
- Kesalahan pengurutan dalam wicara (“kepala” dibaca dengan “kelapa”)
- Masalah dalam ingatan verbal, yaitu sulit mengingat kalimat atau cerita yang baru saja disampaikan.
Jika lebih dari satu atau dua tanda itu dijumpai pada seorang anak, sebaiknya dilakukan evaluasi yang lebih lengkap oleh seorang psikolog yang kompeten dengan spesialisasi dalam bidang membaca atau seorang neuropsikolog klinis yang dapat memastikan kesulitan pemrosesan dalam hal membaca dan juga cara-cara yang paling mungkin digunakan si anak untuk mempelajari koneksi huruf-bunyi.
Pada anak disleksia kesalahan-kesalahan membaca oral tersebut sering disertai oleh kelainan bicara, yaitu :
(1) gangguan artikulasi
(2) gagap, dan
(3) pembalikan konsep waktu dan ruang misalnya kacau terhadap konsep belakang dan muka,atas bawah, kemarin dan besok
Selain itu pada anak disleksia sering juga ditandai adanya bentuk kesalahan mengeja dan kesalahan tulis, misalnya jika didiktekan kata pagar maka ditulis papar.
Menurut Ekwall & Shanker 1988 (dalam M.Sodia, A, 1996:6) ada beberapa simtom berkaitan dengan kasus kesulitan belajar membaca berat (disleksia):
- Pembalikan huruf dan kata, misalnya membalikan huruf b dengan d; p dengan a, u dengan n; kata kuda dengan daku, palu dengan lupa; tali dengan ilat; satu dengan utas.
- Pengingatan pada kata mengalami kesulitan atau tidak menentu (eratik)
- Membaca ulang oral (secara lisan) tak bertambah baik setelah menyusul.
- Membaca tanpa suara (dalam hati) atau membaca oral (secara lisan) yang pertama.
- Ketidaksanggupan menyimpan informasi dalam memori sampai waktu diperlukan.
- Kesulitan dalam konsentrasi.
- Koordinasi motorik tangan-mata lemah.
- Kesulitan pada pengurutan.
- Ketaksanggupan bekerja secara tepat.
- Penghilangan tentang kata-kata dan frasa.
- Kekacauan berkaitan dengan membaca secara lisan (oral) misalnya tak mampu membedakan antara d dan p.
- Diskriminasi auditori lemah.
- Miskin dalam sintaksis (ilmu tata bahasa), gagap, dan bicara terputus-putus.
- Prestasi belajar dalam berhitung tinggi dari pada dalam membaca dan mengeja.
- Hyperaktivitas.
Sementara itu Guszak ( dalam M.Sodik A, 1996: 6) mengemukakan ciri-ciri anak disleksia sebagai berikut:
- Membalikan huruf atau kata.
- Kesulitan/tak mampu mengingat kata.
- Kesulitan/tak mampu menyimpan informasi dalam memori
- Sulit berkonsentrasi.
- Sulit dalam melihat keterhubungan (relationship).
- Impulsif
- Sulit melakukan koordinasi tangan-mata.
- Sulit dalam segi mengurutkan.
- Membaca lambat.
- Penanggalan kata, frasa dan sebagainya.
- Kekacauan membaca secara oral.
- Hyperaktif, dan
- Kinerja matematika secara signifikan lebih tinggi dari pada kinerja membaca.
Ada cara praktis yang dapat digunakan oleh orang tua untuk mengidentifikasin apakah anaknya mengalami disleksia atau tidak, yaitu dengan cara memberikan buku yang belum pernah anak tahu sebelumnya untuk dibaca oleh anak. Anak mungkin akan membuat cerita berdasarkan gambar-gambar yang ada di buku tersebut, tetapi antara gambar dan cerita tidak berkaitan. Disleksia akan diketahui setelah anak diminta untuk memfokuskan perhatiannya pada kata-kata dan membacanya dengan suara keras, dan anak diminta untuk menceritakan ulang teks-teks yang telah dibaca. Apabila anak tersebut tidak bisa melakukannya dan malah bercerita berdasarkan interpretasinya atas gambar-gambar yang ada di buku tersebut, kemungkinan besar anak tersebut menyandang disleksia.
Secara spesifik ciri-ciri anak disleksia dalam membaca adalah sebagai berikut:
- Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin dengan apa yang ia ucapkan
- Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya.
- Melewatkan beberapa suku kata, kata, fase, bahkan baris-baris dalam teks yang dibaca.
- Menambahkan kata-kata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca.
- Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain.
- Salah melafalkan kata-kata yang sedang ia baca walaupun kata-kata tersebut sudah akrab.
- Mengganti satu katu dengan kata lainnya sekalipun kata yang diganti tidak memiliki arti penting dalam teks yang dibaca.
- Membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti
- Mengabaikan tanda-tanda baca
Secara spesifik ciri-ciri anak disleksia ketika belajar menulis adalah sebagai berikut:
- Menuliskan huruf-huruf dengan urutan yang salah dalam sebuah kata
- Tidak menuliskan sejumlah huruf dalam kata-kata yang ingin ia tulis
- Menambahkan huruf-huruf pada kata-kata yang ingin ia tulis
- Mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, sekalipun bunyi huruf-huruf tersebut tidak sama
- Menuliskan sederet huruf yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan bunyi kata-kata yang ingin dia tuliskan
- Mengabaikan tanda-tanda baca yang terdapat dalam teks-teks yang sedang dia baca.
Faktor Penyebab
Penyebab utama disleksia adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis. Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
- Faktor genetik
- Luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen
- Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan syaraf pusat)
- Biokimia yang merusak otak (misalnya zat pewarna pada makanan), pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam), gizi yang tidak memadai.
- Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan).
Dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan dari taraf yang ringan hingga taraf berat.
Berbagai Kesalahan Membaca
Anak-anak yang mengalami disleksia mengalami berbagai kesalahan dalam membaca sebagai berikut:
- 1. Penghilangan huruf atau kata
Penghilangan huruf atau kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata atau kalimat. Penyebab dari penghilangan huruf tersebut adalah karena anak menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak diperlukan. Contoh penghilangan huruf atau kata adalah “baju anak itu merah” dibaca “baju itu merah”.
- 2. Penyelipan kata
Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf, membaca terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan membacanya. Contohnya adalah kalimat “baju mama di lemari” dibaca “baju mama ada di lemari”.
- 3. Penggantian kata
Penggantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini disebabkan karena anak tidak memahami kata tersebut sehingga hanya menerka-nerka saja. Contohnya adalah kalimat “tas Ayah di dalam mobil” dibaca “tas Bapak di dalam mobil”.
- 4. Pengucapan kata salah
Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam,yaitu: (1) pengucapan kata yang salah dan makna berbeda, (2) pengucapan kata salah tetapi makna sama, (3) pengucapan kata salah dan tidak bermakna. Keadaan semacam ini dapat terjadi karena anak tidak mengenal huruf sehingga menduga-duga saja, mungkin karena membaca terlalu cepat, karena perasaan tertekan atau takut pada guru, atau karena perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh pengucapan kata yang salah dan makna berbeda adalah kalimat “baju Bibi baru” dibaca “baju Bibi biru”; contoh pengucapan kata salah tetapi makna sama adalah kalimat “Kakak pergi ke sekolah” dibaca “Kakak pigi ke sekolah” dan contoh pengucapan kata salah dan tidak bermakna adalah kalimat “Bapak beli duren” dibaca “Bapak bei buren”.
- 5. Pengucapan kata dengan bantuan guru
Terjadi jika guru ingin membantu anak melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah beberapa menit ditunggu oleh guru anak belum juga melafalkan kata-kata yang diharapkan. Anak yang memerlukan bantuan ini biasanya karena mengalami kekurangan dalam mengenal huruf atau karena takut resiko jika terjadi kesalahan. Anak semacam ini biasanya juga memiliki kepercayaan diri kurang, terutama pada saat menghadapi tugas membaca.
- 6. Pengulangan
Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. Contoh pengulangan adalah “Bab-ba-ba Bapak menulis su-su-surat”. Pengulangan terjadi mungkin karena kurang mengenal huruf sehingga harus memperlambat membaca sambil mengingat-ingat nama huruf yang kurang dikenal tersebut. Kadang-kadang anak sengaja mengulang kalimat untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.
- 7. Pembalikan huruf
Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan, atau atas-bawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang hampir sama seperti d dengan b, p dengan q atau g, m dengan n atau w.
- 8. Pembetulan sendiri
Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari adanya kesalahan. Karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak lalu mencoba membetulkan sendiri bacaannya.
- 9. Ragu-ragu dan tersendat-sendat
Anak yang ragu-ragu terhadap kemampuannya sering membaca dengan tersendat-sendat. Murid yang ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan sebagai kesalahan. Meskipun demikian guru umumnya berupaya untuk memperbaiki karena dianggap sebagai kebiasaan yang tidak baik. Keraguan dalam membaca juga sering disebabkan anak kurang mengenal huruf atau karena kekurangan pemahaman.
Metode Pengajaran Membaca bagi Anak Berkesulitan Belajar
Ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar, yaitu:
- 1. Metode Fernald
Merupakan metode pengajaran membaca multisensoris yang sering dikenal dengan metode VAKT (visual, auditory, kinesthetic, and tactile). Metode ini menggunakan materi bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak, dan tiap kata diajarkan secara utuh. Metode ini memiliki 4 tahapan, yaitu:
- Tahap pertama, guru menulis kata yang hendak dipelajari di atas kertas dengan krayon. Selanjutnya anak menelusuri tulisan tersebut dengan jarinya (tactile and kinesthetic). Pada saat anak menelusuri tulisan tersebut, anak melihat tulisan (visual), dan mengucapkannya dengan keras (auditory). Proses semacam ini diulang-ulang sehingga anak dapat menulis kata tersebut dengen benar tanpa melihat contoh. Jika anak telah dapat membaca dan menulis dengan benar, bahan bacaan tersebut disimpan.
- Tahap kedua, anak tidak terlalu lama diminta menelusuri tulisan-tulisan dengan jari, tetapi mempelajari tulisan guru dengan melihat guru menulis, sambil mengucapkannya.
- Tahap ketiga, anak-anak mempelajari kata-kata baru dengan melihat tulisan yang ditulis di papan tulis atau tulisan cetak, dan mengucapkan kata tersebut sambil menulis. Pada tahap ini anak mulai membaca tulisan dari buku.
- Tahap keempat, anak mampu mengingat kata-kata yang dicetak atau bagian-bagian dari kata yang telah dipelajari.
- 2. Metode Gillingham
Merupakan pendekatan terstruktur taraf tinggi yang memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun. Aktivitas pertama diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf tersebut. Anak menggunakan teknik menjiplak untuk mempelajari berbagai huruf. Bunyi-bunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke dalam kelompok-kelompok yang lebih besar dan kemudian program fonik diselesaikan.
- 3. Metode Analisis Glass
Merupakan suatu metode pengajaran melalui pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata. Metode ini bertolak dari asumsi yang mendasari membaca sebagai pemecahan sandi atau kode tulisan. Ada dua asumsi yang mendasari metode ini, yaitu:
- Pertama, proses pemecahan sandi (decoding) dan membaca (reading) merupakan kata yang berbeda.
- Kedua, pemecahan sandi mendahului membaca.
Pemecahan sandi didefinisikan sebagai menentukan bunyi yang berhubungan dengan suatu kata tertulis secara tepat. Membaca didefinisikan sebagai menurunkan makna dari kata-kata yang berbentuk tulisan. Jika anak tidak dapat melakukan pemecahan sandi tulisan secara efisien, maka mereka tidak akan belajar membaca. Glass mengemukakan adanya empat langkah dalam mengajarkan kata, yaitu:
- Mengidentifikasi keseluruhan kata, huruf, dan bunyi kelompok-kelompok huruf.
- Mengucapkan bunyi-bunyi kelompok huruf-huruf.
- Menyajikan kepada anak, huruf atau kelompok huruf dan meminta untuk mengucapkannya.
- Guru mengambil beberapa huruf atau pada kata tertulis dan anak diminta mengucapkan kelompok huruf yang masih tersisa.
Contoh pengajaran dengan metode ini dengan menggunakan kata bapak adalah sebagai berikut:
Kepada anak diperlihatkan kata bapak yang tertulis pada kartu. Guru bertanya, “Dalam kata bapak ini, bunyi apa yang dibuat oleh huruf b? Bunyi apa yang dibuat oleh huruf apak? Jika huruf k digunakan untuk menggantikan huruf b, bagaimana bunyi kata itu?
Dengan metode ini anak akan merespons secara visual maupun auditoris terhadap kelompok-kelompok huruf. Menurut Glass hal semacam ini memungkinkan anak mampu memecahkan sandi, dan mengumpulkan kembali huruf-huruf ke dalam bentuk kata yang utuh.
Beberapa waktu yang lalu, saya bersama teman saya mencoba untuk membuat rancangan intervensi untuk anak disleksia. tapi perlu digarisbawahi bahwa rancangan intervensi ini tidak dapat digunakan untuk semua penyandang disleksia. Jujur, kami juga belum sempat mengujicobakan permainan yang kami buat ini, tetapi permainan kami ini mengadaptasi dari beberapa metode yang sudah dijelaskan diatas.
Permainan ini kami beri nama “MY SCRABBLE”. Memang permainan ini mengadaptasi dari permainan scrabble pada umumnya, tetapi dengan beberapa modifikasi.
- Tujuan spesifik : permainan ini didesain untuk membantu anak untuk memaksimalkan kemampuannya dalam mengidentifikasi huruf dan untuk memahami kata-kata yang tersusun melalui rangkaian huruf-huruf dengan media bermain.
- Cara bermain :
My Scrabble:
Alat: Huruf timbul, papan scrabble, kartu yang berisi kata-kata, dan kartu bintang.
Tahap 1:
Anak diberikan satu kata sederhana dari kartu yang telah disediakan, kemudian pendamping menyebutkan kata tersebut. Pendamping kemudian mengambilkan huruf-huruf yang merangkai kata tersebut dan diserahkan kepada anak. Anak diminta untuk mengamati huruf, meraba bentuknya dan melafalkan masing-masing huruf dengan lantang. Kemudian anak diminta untuk menyusun huruf tersebut sesuai dengan kata yang telah disebutkan oleh pendamping pada papan scrabble yang telah disediakan. Jika benar, pendamping akan mengambil kartu berikutnya dan menyebutkan kata tersebut dan anak diminta untuk memainkan sesuai dengan prosedur yang telah tertulis di atas. Jika gagal pada percobaan pertama, pendamping diminta untuk mengulang prosedur sesuai dengan percobaan pertama. Jika anak tetap gagal pada percobaan ke dua, anak tetap diperbolehkan untuk melanjutkan permainan agar anak tidak bosan. Jangan lupa berikan kartu bintang dan pujian jika anak berhasil memainkan mainan dari tiap kartu yang diambil.
Tujuan : tahap ini diberikan jika anak belum begitu lancar dalam memahami kata namun sudah cukup baik dalam mengenal huruf. Sehingga anak dapat belajar mengenai rangkaian kata sekaligus memperdalam ingatan tentang bentuk-bentuk huruf yang kurang dikuasainya.
Tahap 2:
Anak diminta untuk menyebutkan satu kata bebas untuk memulai permainan. Anak diminta untuk mengambil huruf, kemudian mengeja secara cepat huruf-huruf tersebut sambil diletakkan pada papan scrabble dengan susunan tertentu. Jika anak gagal dalam mengambil huruf atau pada saat mengeja huruf sesuai dengan kata yang telah disebutkan oleh anak, pendamping harus membantu anak untuk membetulkan kesalahannya. Jika anak berhasil dalam permainan pertamanya, anak diperbolehkan untuk melanjutkan permainan dengan cara menyebutkan kembali kata bebas dimana salah satu huruf pada kata bebas tersebut harus ada pada kata yang telah tersusun pada papan scrabble. Jika anak terlihat kesulitan untuk menyebutkan kata bebas tersebut, anak diperbolehkan untuk memilih kata dari kartu kata yang telah disediakan yang memungkinkan untuk dipasangkan pada kata yang telah tersusun pada papan scrabble. Jika anak terlihat kesulitan untuk menyebutkan ataupun mencari kata yang memungkinkan untuk dipasangkan pada papan, pendamping harus membantu dengan cara menstimulasi anak atau memilihkan beberapa kata agar dapat dipilih oleh anak dengan syarat kata tersebut harus dapat dipasangkan pada papan scrabble dengan susunan huruf yang tepat. Jika anak memilih kartu yang berisi kata-kata, anak tetap harus mengeja huruf dan membacanya dengan suara lantang. Jangan lupa untuk memberikan kartu bintang dan pujian jika anak berhasil menyelesaikan permainannya.
Tujuan : tahap kedua bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan anak dalam merangkai kata-kata. Tahap ini diberikan jika anak dinilai sudah dapat mengenal huruf dari A-Z dengan baik namun kemampuan membaca dan merangkai katanya belum berkembang dengan optimal.
Tidak asing dengan wajah-wajah ini????
Masih banyak orang-orang besar yang menyandang disleksia….
…bantu anak-anak penyandang disleksia agar menjadi besar seperti mereka…..
yang ngomen yang ngomen…